Nasib Petani Karet Merana
Nasib Petani Karet Merana
Oleh Arka'a
Karet adalah salah satu tanaman perkebunan rakyat terbesar di Bangka Belitung. Rakyat Bangka Belitung menjadi karet sebagai salah satu sumber penghasilan untuk menopang biaya hidup. Harga karet menjadi penentu dinamika pasar di Bangka Belitung. Harga karet membaik maka daya beli masyarakat juga meningkat. Akan tetapi, jika harga karet murah apabila tidak mau disebut sangat tidak berkeadilan seperti saat ini (hanya Rp 3.500,-) maka bukan hanya daya beli menurun tetapi juga gairah hidup petani juga mengabur. Penurunan harga karet disebabkan banyak faktor; 1) pemerintah tidak mau perhatian sama sekali mengatur harga karet masyarakat, 2) Pembelian karet diserahkan kepada taoke-tengkulak semata, 3) produksi getah karet masyarakat kecil karena bukan tanaman produktif lagi-sudah berusia tua, karet alam bukan unggulan, teknik penyadapan yang tradisional, jauh dari teknologi pertanian, dan masih memakai tawas, 4) petani karet tidak terorganisir menjadi kekuatan petani, 5) belum ada pabrik karet yang mampu mengolah karet dari hulu sampai hilir, 6) soal mindset petani dan pemda yang tidak berorientasi pasar dan peningktan potensi daerah, baik dari sisi pendapatan maupun peluang lapangan kerja.
Keenam faktor inilah yang harus segera diselesaikan sehingga harga karet masyarakat terus membaik dan tidak terbelenggu dalam "merana" nasib berkepanjangan. Wallahu'alambissawab (A3)
Oleh Arka'a
Karet adalah salah satu tanaman perkebunan rakyat terbesar di Bangka Belitung. Rakyat Bangka Belitung menjadi karet sebagai salah satu sumber penghasilan untuk menopang biaya hidup. Harga karet menjadi penentu dinamika pasar di Bangka Belitung. Harga karet membaik maka daya beli masyarakat juga meningkat. Akan tetapi, jika harga karet murah apabila tidak mau disebut sangat tidak berkeadilan seperti saat ini (hanya Rp 3.500,-) maka bukan hanya daya beli menurun tetapi juga gairah hidup petani juga mengabur. Penurunan harga karet disebabkan banyak faktor; 1) pemerintah tidak mau perhatian sama sekali mengatur harga karet masyarakat, 2) Pembelian karet diserahkan kepada taoke-tengkulak semata, 3) produksi getah karet masyarakat kecil karena bukan tanaman produktif lagi-sudah berusia tua, karet alam bukan unggulan, teknik penyadapan yang tradisional, jauh dari teknologi pertanian, dan masih memakai tawas, 4) petani karet tidak terorganisir menjadi kekuatan petani, 5) belum ada pabrik karet yang mampu mengolah karet dari hulu sampai hilir, 6) soal mindset petani dan pemda yang tidak berorientasi pasar dan peningktan potensi daerah, baik dari sisi pendapatan maupun peluang lapangan kerja.
Keenam faktor inilah yang harus segera diselesaikan sehingga harga karet masyarakat terus membaik dan tidak terbelenggu dalam "merana" nasib berkepanjangan. Wallahu'alambissawab (A3)
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda